Dua Hari di Pekanbaru

Dua Hari di Pekanbaru

Ini kali pertama saya ke Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau. Salah satu provinsi selain Sumatera Barat dan Jambi yang belum saya kunjungi. Entah kenapa, sejak dulu saya nggak pernah dikasih tugas ke ketiga provinsi di Sumatera itu. Terlalu mudah, katanya. Karena disana jumlah Perguruan Tinggi nggak banyak. Biasanya saya selalu ke Sumatera Selatan atau Sumatera Utara. Ya gitu deh, nasib kalo jadi paling bontot di kantor 😀

Anyway, tumben banget saya ditugaskan ke Pekanbaru. Kebagian silaturahmi ke Universitas Riau. Untuk menuju kesana, saya bersama dua kolega saya, Pak Hendro, dan Mpok Ria, numpang Garuda Indonesia dari Soekarno-Hatta (karena nggak ada penerbangan langsung dari Bandung). Gara-gara terlalu santai di Bakmi GM, terpaksa kami jogging di Terminal 3 Ultimate, yang berefek ngos-ngosan naik ke pesawat. Gatenya jauuuhhh….dari Bakmi GM ke Gate 16 kami butuh waktu sekitar 30 menit. Ckckck…

Perjalanan Jakarta-Pekanbaru memakan waktu sekitar 1 jam 45 menit. Kami mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru. Bandaranya luas, arsitekturnya mirip-mirip dengan Bandara Sepinggan di Balikpapan dan Bandara Hasanuddin Makassar. Bergaya modern, juga dilengkapi mesin check in mandiri seperti bandara di Jakarta.

Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru
Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Sumber: Wikipedia

Karena kami bertiga tidak ada bagasi, kami ke counter taksi Bandara, lalu menuju Universitas Riau. Setelahnya, soal kerjaan dimulai. Kalau yang ini nggak usah diceritakan lah ya, nggak bakal menarik. Hehe…selesai kerja kami diajak makan siang di…dimana ya namanya? Bahlul banget saya. Kalo udah laper susah konsen. Pokoknya ke sebuah rumah makan yang terkenal gitu deh. Letaknya nggak jauh dari Unri. Hidangan yang disajikan adalah masakan Padang. Itu Klu-nya. Kalau orang Pekanbaru tahu kayaknya.

Rasa makanannya kalau buat saya sih biasa saja. Tapi disini, kita bisa bertemu dengan masyarakat setempat, terutama pekerja kantor. Apalagi saat itu jam makan siang. Sampai kami selesai makan di jam dua siang, tetap banyak orang yang berdatangan memenuhi meja rumah makan.

Keluar dari rumah makan, saya dan Mpok Ria dan Pak Hendro menuju Hotel Grand Central untuk beristirahat. Sepanjang perjalanan ke Hotel, kami melewati ruko-ruko bergaya tahun 90an. Entah kenapa, di Pekanbaru ini banyaaak sekali ruko. Dari mulai ruko yang modern hingga ruko yang sudah usang bentuknya. Hanya saja, disini minim ruko peninggalan jaman Belanda seperti di Bandung atau kota-kota di Jawa pada umumnya. Selain ruko, ada pula mall dan hotel-hotel megah yang berdiri di pusat kota Pekanbaru.

Ruko di Pekanbaru
Ruko di Pekanbaru

Cerita sedikit soal hotel Grand Central, hotel ini memang terbilang jauh dari pusat kota Pekanbaru. Lebih mendekati Bandara Sultan Syarif Kasim. Tapi asyiknya, dari tempat ini kita mudah jika ingin cari makan. Di sebelah hotel ada Tong Susu, sebuah café yang menjual aneka olahan susu, kemudian ada kios durian, rumah makan Padang, restaurant yang menjual masakan sunda, dan dekat pula dengan toko oleh-oleh. Kondisi hotel juga bersih, dengan kamar yang luas dan interiornya yang modern. Sesuai lah ya dengan standar hotel bintang 4. Harga juga standar hotel bintang 4. Berkisar antara 700 ribu sampai dengan 1juta rupiah.

Baca juga: Staycation Ala Koper, Ini dia Rekomendasi 4 Hotel Bintang 4 di Bogor

Hotel Grand Central Pekanbaru
Hotel Grand Central Pekanbaru

So, setelah menaruh barang, saya dan Ria memutuskan untuk jalan-jalan ke Pasar Bawah. Tujuannya adalah membeli kain setempat, dan oleh-oleh untuk dibawa pulang. Kata orang, pasar bawah ini sangat lengkap isinya. Belum ke Pekanbaru jika belum ke Pasar Bawah. Kami memesan Grab Car dari Lobby hotel.

FYI, yang namanya transportasi online seperti Gojek dan Grab itu sudah tersedia di Pekanbaru. Jadi kalau mau kemana-mana, anda tidak usah khawatir karena tidak tahu jalan. Tinggal aktifkan handphone, lalu buka aplikasi transportasi online dari handphone anda. Dan pilih tujuan anda. Memang sih, di Pekanbaru masih ada pergesekan antara transportasi konvensional dengan transportasi online. Jadi kita harus hati-hati memilih tempat order transportasi jenis ini. Namun asalkan anda memesan bukan di kawasan bandara, aman-aman saja.

Tips: Kalaupun anda tetap ingin order transportasi online dari bandara, anda bisa naik Bus Damri terlebih dahulu, lalu turun di halte pertama. Barulah pesan transportasi online dari situ.

Kalau saya sih nggak mau repot, jadi lebih memilih order taksi bandara saja. Taksi bandara di Pekanbaru harganya masih normal kok. Menggunakan Argo tarif bawah dan nggak pake argo kuda. Supirnya juga baik. Aman lah pokoknya.

Baca juga: Memanfaatkan Geospasial dalam menyusun itinerary dan budget perjalanan

Dari Hotel Grand Central ke Pasar Bawah dapat ditempuh dengan waktu kurang dari 15 menit, atau sekitar 4km saja. Pekanbaru ini kotanya kecil guys, juga nggak ada macet. Jadi kita leluasa jalan-jalan, dan nggak membuang banyak waktu.

Ada apa saja di Pasar Bawah?

Pasar Bawah, Pekanbaru
Pasar Bawah, Pekanbaru

Gambarannya, Pasar Bawah ini kayak Balubur Town Square di Bandung. Dimana lantai Low Ground dijadikan pasar tradisional yang menjual ikan, udang, teri, dan lain sebagainya, kemudian lantai 1, 2, dan 3 merupakan mixed kios yang menjual makanan untuk oleh-oleh, songket Pekanbaru, kaos-kaos yang bertema Pekanbaru, juga aneka aksesoris. Pekanbaru sendiri tak punya banyak kekhasan oleh-olehnya. Makanan disini, khususnya snack, sebagian besar berasal dari negara tetangga, Malaysia. Contohnya kayak yang dibawah ini.

Jajanan Produk Malaysia di Pasar Bawah
Jajanan Produk Malaysia di Pasar Bawah

Lalu oleh-oleh Pekanbaru lainnya yang terkenal adalah Lampok Durian. Itupun banyak juga yang impor dari Palembang, Bengkulu, atau Jambi. Keripik Singkong Pedas juga berasal dari Padang, juga aneka camilan lainnya, rata-rata berasal dari kota tetangganya.

Jajanan Lokal, Lempok Durian
Jajanan Lokal, Lempok Durian

Kalau menurut saya, Pekanbaru ini hampir mirip dengan Balikpapan yang tak banyak memiliki kekhasan oleh-oleh daerah, juga kulinernya. Rata-rata dari pendatang.

Baca juga: Semanis Madu dari Desa Loli Timor Tengah Selatan

Saat kami menepi ke sebuah toko bahan, saya lihat sebagian besar bahan-bahan tersebut berasal dari Malaysia. Terutama untuk bahan-bahan yang berbordir (I don’t really like that, because it will make me looks older xixixixi). Sedangkan yang katanya asli dari Pekanbaru, adalah semacam songket yang sudah dipadukan dengan bahan velvet. Satu kemasan di bawah ini berisi 2 meter songket, dan 2 meter bahan velvet. Harganya Rp 90.000/kemasan.

Mpok Ria dan Aneka Bordir Khas Malaysia di Pasar Bawah
Mpok Ria dan Aneka Bordir Khas Malaysia di Pasar Bawah

Harga segitu kalau menurut saya memang tergolong sangat murah untuk kain daerah. Sayangnya, songket yang dijual disini rata-rata berbahan kasar dan keras. Sehingga tak ada satupun yang membuat saya jatuh cinta, apalagi tertarik untuk membeli. Lebih ke beda selera saja sih. Saya penggemar kain berbahan katun halus dan lembut. Kain yang jika dipakai dingin dan nyaman, saat bersentuhan dengan kulit pun tak menyakitkan. Saya juga penggila kain daerah yang handmade. Lalu, saya suka bahan yang fleksibel saat dikombinasikan dan digunting menjadi sepotong baju. Bisa dijadiin apa saja lah istilahnya. Sedangkan kalau songket disini, hanya cocok dijadikan bawahan. Jika dibuat atasan pasti akan terasa panas dan kaku.

Aneka Songket Pekanbaru
Aneka Songket Pekanbaru

Berbeda dengan saya, Mpok Ria sangat suka dengan bahan-bahan yang dijual di Pasar Bawah. Baik dari segi tekstur, motif, warna, dan harga. Semua sesuai dengan seleranya. So, dia memborong sekitar 12 meter bahan, atau 3 kemasan songket+velvet. Total yang dibayarnya hanya 270 ribu rupiah saja. Tak menguras kantong, bukan?

Setelah puas mengelilingi lantai atas, kami pun menuju low ground. Disini menjual aneka ikan, udang, kerang, dan seafood yang kering, lalu aneka kerupuk, keripik, ebi, dan lain sebagainya.

Aneka ikan kering di Pasar Bawah
Aneka ikan kering di Pasar Bawah
Penjual Ikan Asap di Pasar Bawah
Penjual Ikan Asap di Pasar Bawah
Mpok Ria narsis di Pasar Ikan Asin
Mpok Ria narsis di Pasar Ikan Asin

Saya sendiri tertarik dengan ikan selais kering yang kata para penjualnya merupakan khas Pekanbaru. Saya membeli ikan selais kering yang ukuran kecil satu bungkus dengan harga Rp40.000, dan ukuran sedang 1 bungkus seharga Rp45.000. Total harga yang saya bayarkan adalah Rp95.000.

Update Ikan Selais Asap setelah saya sampai Jakarta dan dimasak oleh mama saya: Rasanya enak banget dan khas kalau menurut saya. Paling cocok jika diolah menjadi gulai pedas, atau dioseng dengan cabai hijau.

Ada yang lucu disini. Ketika saya dan Ria selesai berbelanja, kami menghampiri sebuah kios yang menjual juice buah-buahan segar di seberang Pasar Bawah. Karena kelihatannya mereka sudah berkemas di jam segitu, saya tanya ke penjualnya. “Mau tutup ya, bu?”

Tapi penjualnya segera membuka kembali kiosnya dan berkata, “Enggak kak. Silakan duduk. Mau pesan apa?” Tanya si ibu ramah.

Saya dan Ria pun akhirnya duduk disitu. Saya memesan juice terong Belanda, dan Ria memesan juice Alpukat. Rasa juicenya ini enak dan pekat. Bikinnya pun nggak ngasal. Beneran enak deh. Bisa anda coba kios juice di seberang pasar bawah ini. Tepat di seberang pintu masuk kios ikan kering.

Lalu, saya  dan Ria pun dengan asyiknya duduk disitu sambil menikmati juice buatan si ibu. Tak lama kemudian, pembeli lain mulai berdatangan. Makin lama semakin banyak pembeli yang datang. Saya pun komen,

“Banyak juga ya yang jajan juice sore-sore begini.”

Kemudian ditanggapi oleh Ria yang bilang “Kayaknya karena juice bikinan ibu ini enak deh. Jadinya kios ini aja yang rame sampe ngantri begini.” Saya mengangguk, menyetujui opini Ria.

Tak lama kemudian, anak pemilik kios juice pun ikut turun tangan membantu ibunya melayani pembeli yang terus berdatangan hingga antrian memanjang. Sampai akhirnya isi gelas kami hampir habis, saya dan Ria pun berdiri, hendak melanjutkan jalan-jalan kami. Saat membayar, ibu dan anak penjual juice mengucapkan terima kasih pada kami berkali-kali hingga membuat kami berdua bingung.

Akhirnya anak penjual juice mengatakan, “Tadi sebenarnya ibu saya mau tutup kios kak, terus kakak berdua datang. Gara-gara kakak berdua duduk disini, kios kami jadi banyak pembelinya. Malah semakin banyak saja yang datang. Sampai ibu saya nelpon saya untuk bantu.”

“Jadi tadi beneran mau tutup?” tanya saya ke ibu penjual juice. Ibu itu tertawa, “Iya.” Katanya. “Tapi kakak berdua ini datang, kelihatannya haus dan capek. Jadi saya buka lagi. Saya nggak sangka malah jadi banyak sekali yang beli. Padahal belum pernah sore-sore sampai ngantri begini. Kakak berdua bawa rejeki.”

Saya dan Ria pun tertawa geli. Saya jadi ingat saat saya ditarik ke kanan dan kekiri, jadi rebutan ibu-ibu penjual kain di Pasar Sukawati, Bali. Kata mereka saya bawa rejeki karena setiap kios yang saya datangi, dan barangnya saya aduk-aduk, pasti langsung diserbu pembeli. Bahkan saya dikasih diskon (baca: Nyaris nggak bayar) saat saya membeli beberapa potong kain tenun Bali di salah satu kios.

Bawa rejeki? Aamiin…But Well, itu adalah pendapat mereka. Buat saya yang orang pemasaran, itu masuk logika sebenarnya. Soal kios juice di Pekanbaru yang jadi ramai saat kami berdua duduk disitu, hal tersebut adalah efek psikologis bagi pembeli. Saya dan Ria menggunakan setelan kerja, dan sangat terlihat bukan warga setempat karena obrolan kami diselipi bahasa dan aksen Sunda yang kental. Kami berdua asyik duduk disitu sambil tertawa lepas ngobrol kesana kemari. Artinya kami berdua merasa nyaman duduk disitu, meskipun hanya kios pinggir jalan. Hal ini tentunya menarik bagi orang-orang yang lewat. Mungkin mereka penasaran, “Itu orang kantoran dari luar daerah saja nyaman duduk sambil minum disitu. Sepertinya rasa juicenya enak.” Akhirnya karena penasaran itulah mereka menepi, lalu rela antri. Bahkan orang yang tadinya sekedar jalan saja di depan kios juice pun berbalik arah, kembali ke kios dan membeli beberapa gelas juice. That’s it. Dalam pemasaran, selalu dibutuhkan “Ghost Shopper.” Artinya? Cari di google aja ya. Hehehe…

Toko Roti Senapelan dan Ibu Tukang Parkir Berkerudung Orange

Sambil jalan santai, kami mencoba membeli roti di toko roti Senapelan yang legendaris. Oh iya…saat mau ke Toko Roti Senapelan ini, saya dan Mpok Ria penuh perjuangan loh. Kami berdua sama-sama penakut kalau menyeberang jalan. Dan…di Pekanbaru pengendara mobilnya sama sekali nggak punya toleransi buat para pejalan kaki. Setiap kami mau mencoba untuk menyeberang, saat itu pula para pengendara mobil maupun motor langsung ngegas. Nggak mau ngasih kesempatan jalan. Pun setelah saya dan Ria kasih aba-aba untuk menyebrang. Nonsense banget mereka. Tetap saja tambah ngegas, apalagi motor. Kayak mau bunuh orang gitu deh. Kebanyakan diserang asap kali ya. Bawaannya ngegas mulu. Untunglah, setelah lima belas menit saya dan Mpok Ria berdiri nggak bisa nyebrang (padahal ukuran jalan itu hanya 2/3 nya Jalan Tubagus Ismail Raya di Bandung) akhirnya ada seorang ibu, dia adalah tukang parkir di depan Toko Roti Senapelan, membantu kami untuk menyeberang.

Membantu?

Tepatnya ibu baik hati itu memasang badan dengan berdiri di tengah-tengah jalan seraya merentangkan kedua tangannya dan meniup peluit dengan keras. Barulah pengendara mobil dan motor mengerem mendadak di belakangnya.

Oh My God…

Akhirnya…kami pun berhasil menyeberang dan masuk ke Toko Roti Senapelan. Saya membeli Roti Kelapa khas toko itu. Rasanya? Enaaaak sekali. Teksturnya mirip dengan roti di Toko Sumber Hidangan Bandung, atau Roti Gempol. Rasa jadul yang nggak ngebosenin dan selalu ngangenin.

Lalu, setelah membeli roti kami berjalan kaki lagi ke Taman RTH Tunjuk. Disini kami memperhatikan warga setempat yang sedang beraktifitas sore. Ada yang berolahraga, duduk santai, atau mengasuh anak-anak mereka.

Aktivitas sore di RTH Tunjuk
Aktivitas sore di RTH Tunjuk
Olahraga sore di RTH Tunjuk
Olahraga sore di RTH Tunjuk
RTH Tunjuk Ajar Integritas, Pekanbaru
RTH Tunjuk Ajar Integritas, Pekanbaru

Daritadi kelihatannya kami banyak jalan kaki ya? Sebenarnya karena letaknya saling berdekatan sih. Paling hanya sekitar 300 meter saja kami berjalan. Dan saat itu, suhu di Pekanbaru dapat dikatakan sejuk bagi orang setempat. Nggak terlalu banyak debu, sehingga kami pun nyaman berjalan kaki.

Setelah puas menikmati senja di RTH Tunjuk, kami order GoCar untuk kembali ke hotel. Tak sampai 5 menit, mobil pesanan kami datang dan siap mengantar kami ke Hotel Grand Central.

Add comment

AdBlocker Message

Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by disabling your ad blocker.

Follow us

Don't be shy, get in touch. We love meeting interesting people and making new friends.